Penulis: Yunita Suryani
Mahasiswi Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Pamulang (UNPAM) Serang
Pelecehan seksual di Indonesia merupakan permasalahan sosial mendesak yang perlu ditangani secara serius. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya hukum, sosial, dan edukasi, ancaman pelecehan seksual tetap nyata, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan kelompok marginal lainnya. Permasalahan ini perlu dilihat dari berbagai aspek: hukum, budaya, edukasi, dan peran teknologi.
Pada tahun 2022, Indonesia mencatat kemajuan penting dengan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU ini bertujuan memberikan perlindungan lebih baik bagi korban serta memastikan pelaku mendapat hukuman setimpal. Namun, penerapannya menghadapi banyak tantangan, seperti minimnya pemahaman aparat penegak hukum dan korban tentang hak mereka. Kasus pelecehan seksual sering kali tidak ditangani serius karena hambatan birokrasi atau ketakutan korban untuk melapor. Oleh sebab itu, pelatihan intensif bagi aparat penegak hukum dan peningkatan akses bantuan hukum bagi korban menjadi kebutuhan mendesak.
Selain itu, budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia menjadi akar masalah pelecehan seksual. Korban sering disalahkan dengan alasan berpakaian “tidak sopan” atau “mengundang,” sehingga banyak yang memilih diam karena takut dihakimi masyarakat. Stigma ini juga diperburuk dengan kurangnya pemahaman tentang konsensualitas dan hak individu atas tubuh mereka. Kampanye kesadaran publik dan pendidikan berbasis gender menjadi langkah awal untuk mendorong perubahan budaya.
Minimnya pendidikan seksual di sekolah dan keluarga turut menyumbang tingginya angka pelecehan seksual. Banyak orang tidak memahami batasan atau perilaku yang termasuk kategori pelecehan seksual. Edukasi seksual yang komprehensif perlu diajarkan sejak dini, tidak hanya tentang aspek biologis, tetapi juga mencakup konsensualitas, empati, dan penghormatan terhadap orang lain.
Di era digital, pelecehan seksual berkembang dalam bentuk baru seperti pelecehan daring (cyber harassment), penyebaran konten pornografi tanpa izin, dan sextortion. Media sosial sering menjadi tempat pelecehan alih-alih sarana komunikasi. Sayangnya, regulasi terkait kejahatan seksual daring masih belum memadai. Pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat perlu bekerja sama menciptakan lingkungan daring yang aman. Platform media sosial, misalnya, harus memperkuat mekanisme pelaporan dan penindakan terhadap pelaku pelecehan seksual secara daring.
Pelecehan seksual adalah tantangan besar yang membutuhkan solusi menyeluruh. Melalui sinergi berbagai pihak, diharapkan Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua kelompok masyarakat.