Penulis: Indah Puspita Sari, Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Pamulang (UNPAM) Serang
OPINI – Tindakan korupsi, yang merupakan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, dapat merugikan berbagai elemen masyarakat, sistem hukum, perekonomian, hingga kestabilan negara. Korupsi sering kali kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti penyuapan, gratifikasi ilegal, penggelapan dana, dan pemerasan. Dampaknya sangat besar, mulai dari kehidupan masyarakat, ekonomi, hingga sistem hukum yang berlaku.
Korupsi jelas bertentangan dengan ideologi negara, yaitu Pancasila. Pancasila menjadi dasar penyelenggaraan negara dan pandangan hidup bangsa. UU No. 28 Tahun 1999 mengatur penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menegaskan bahwa korupsi adalah penyimpangan dari ideologi negara.
Terkait dengan pernyataan Presiden Prabowo yang berencana memberantas korupsi dengan memberikan amnesti, asalkan dana yang dikorupsi dikembalikan, ini adalah langkah yang keliru. Memang, pemberantasan korupsi bertujuan baik, yaitu memulihkan, mencegah, dan menghapuskan tindak korupsi di masa depan. Namun, pendekatan untuk memaafkan tindakan korupsi justru akan memperburuk situasi dan bertentangan dengan UU Pemberantasan Korupsi. Mengembalikan dana yang dikorupsi hanya akan menjadi alasan untuk meringankan hukuman, bukan untuk memberikan efek jera.
Langkah memaafkan korupsi ini bisa memicu perdebatan di masyarakat mengenai adanya amnesti di balik upaya pemberantasan. Masyarakat mungkin akan menganggap ini sebagai bentuk perlakuan istimewa bagi para koruptor dan sekelilingnya. Hal ini juga bisa memunculkan pemikiran di kalangan orang-orang tidak bertanggung jawab untuk melakukan korupsi, karena ada jaminan pemaafan tanpa efek jera.
Pernyataan tersebut juga bertentangan dengan ideologi negara, khususnya sila kelima Pancasila, yang menekankan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Korupsi menciptakan ketimpangan sosial dan memperburuk kesenjangan ekonomi. Dengan memaafkan tindakan korupsi, kepercayaan publik terhadap pemerintahan akan rusak, karena mengabaikan prinsip keadilan dan tidak merealisasikan kesejahteraan rakyat seperti yang tercantum dalam Pancasila.